A. Latar
Belakang Masalah
Pembelajaran IPA di SMP pada umumnya masih didominasi oleh
aktifitas guru. Kelas berfokus pada guru
sebagai sumber utama pengetahuan dan KBM
berpegang pada buku paket saja. Sehingga kegiatan pembelajaran kurang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan benda-benda konkrit dalam situasi yang nyata.
Pemilihan metode pembelajaran yang kurang tepat, media pembelajaran kurang
menarik dan tingkat keaktifan siswa yang rendah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan
adanya sebuah strategi
pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa, yaitu suatu pendekatan
pembelajaran yang mampu meningkatkan minat dan motivasi siswa. Pendekatan
pembelajaran ini salah satunya menekankan kepada bagaimana belajar di sekolah
yang dikontekskan ke dalam situasi dunia nyata, sehingga hasil belajar dapat
diterima dan berguna bagi siswa selama di sekolah atau setelah mereka lulus dari
sekolah tersebut.
pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa, yaitu suatu pendekatan
pembelajaran yang mampu meningkatkan minat dan motivasi siswa. Pendekatan
pembelajaran ini salah satunya menekankan kepada bagaimana belajar di sekolah
yang dikontekskan ke dalam situasi dunia nyata, sehingga hasil belajar dapat
diterima dan berguna bagi siswa selama di sekolah atau setelah mereka lulus dari
sekolah tersebut.
Pendekatan
pembelajaran tersebut adalah
pendekatan pembelajaran yang didasarkan
kepada pembelajaran kontekstual.
Penerapan pembelajaran kontekstual ini daharapkan dapat mendorong minat, motivasi, dan keaktifan siswa
dalam proses KBM, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal
B. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual/CTL (Contextual Teaching and Learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada tujuh komponen utama
pembelajaran kontekstual yang efektif, yaitu konstruktifisme
(constructivism), bertanya (question), menemukan (inquiry), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment) (Depdiknas ,2002). Dengan konsep ini pembelajaran diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran yang berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan praktikum siswa, sehingga siswa mengalami sendiri bukan tranfer pengetahuan dari guru.
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada tujuh komponen utama
pembelajaran kontekstual yang efektif, yaitu konstruktifisme
(constructivism), bertanya (question), menemukan (inquiry), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment) (Depdiknas ,2002). Dengan konsep ini pembelajaran diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran yang berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan praktikum siswa, sehingga siswa mengalami sendiri bukan tranfer pengetahuan dari guru.
Pembelajaran
kontekstual berbeda dengan
pembelajaran konvensional yang selama ini dikenal.
Perbedaan tersebut digambarkan oleh Hamalik dalam
Rustana (2002 ) seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Perbedaan pola pembelajaran
konvensional dengan pembelajaran kontekstual
Pembelajaran Konvensional
|
Pembelajaran
Kontekstual
|
1.
Menyandarkan pada hafalan
|
1. Menyandarkan
pada memori spasial
|
2. Pemilihan
informasi ditentukan oleh guru
|
2.
Pemilihan berdasarkan
kebutuhan individu siswa |
3. Memberikan
tumpukan pada satu bidang (disiplin)
|
3 Cenderung mengintegrasikan
beberapa bidang (disiplin) |
4.
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan.
|
4. Selalu
mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimilki
siswa.
|
5. Penilaian
hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian / ulangan.
|
5. Menerapkan
penilaian
autentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah |
C. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Strategi pembelajaran
kontektual yang dikemukakan oleh Center for
Occupational Research and Develoment (CORD) (dalam Rustana, 2002 ) yang dikenal dengan REACT, yaitu :
1. Relating,
belajar dikaitkan dengan konteks dunia nyata.
2. Experiencing, belajar
ditekankan pada penggalian (eksplorasi), penemuan
(discovery), dan penciptaan (invention)
3. Applying, belajar bilamana pengetahuan
dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya.
4. Coopeerating, belajar
melalui konteks komunikasi
interpersonal, pemakaian bersama, atau tugas kelompok.
5. Trasferring, belajar
melalui pemanfaatan pengetahuan
di dalam situasi atau konteks baru.
Selama ini kelas-kelas
dalam pendidikan di
sekolah kurang
produktif karena adanya pandangan mengenai pengetahuan sebagai
seperangkat fakta yang harus dihafal. Sehari-hari kelas diisi dengan
ceramah dan guru sebagai sumber utama pengetahuan, sementara siswa
dipaksa untuk menerima dan menghafal fakta-fakta yang diberikan oleh
guru. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar yang lebih
memberdayakan siswa. Bagi CTL, program pembelajran adalah rencana
guru mengenai skenario (tahap-tahap) pembelajaran yang akan dilaksanakannya dalam satu pertemuan atau lebih. Dalam program itulah guru dapat melihat apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum proses KBM berlangsung. Dalam pembelajaran kontekstual dituntut untuk bagaimana menghidupkan kelas dengan mengembangkan pemikiran anak, sehingga proses belajar akan lebih bermakna karena anak bekerja sendiri untuk menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
produktif karena adanya pandangan mengenai pengetahuan sebagai
seperangkat fakta yang harus dihafal. Sehari-hari kelas diisi dengan
ceramah dan guru sebagai sumber utama pengetahuan, sementara siswa
dipaksa untuk menerima dan menghafal fakta-fakta yang diberikan oleh
guru. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar yang lebih
memberdayakan siswa. Bagi CTL, program pembelajran adalah rencana
guru mengenai skenario (tahap-tahap) pembelajaran yang akan dilaksanakannya dalam satu pertemuan atau lebih. Dalam program itulah guru dapat melihat apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum proses KBM berlangsung. Dalam pembelajaran kontekstual dituntut untuk bagaimana menghidupkan kelas dengan mengembangkan pemikiran anak, sehingga proses belajar akan lebih bermakna karena anak bekerja sendiri untuk menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
D. Peran Guru dalam pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual sangat memperhatikan kebutuhan individual siswa.
Oleh karena itu Hamalik (dalam Rustana,
2002), guru harus memperhatikan hal - hal berikut :
a. Merencanakan
pembelajaran sesuai dengan
kewajaran perkembangan mental siswa.
b. Membentuk kelompok belajar yang saling
tergantung. Siswa saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok
kelompok kecil dan belajar bekerjasama dalam kelompok yang
lebih besar (kelas)
c. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri
dengan karakteristik kesadaran berpikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
d. Mempertimbangkan keragaman siswa, seperti
latar belakang suku bangsa, status sosial,
ekonomi, bahasa utama
yang dipakai di rumah, dan berbagai kekurangan yang
mungkin dimiliki siswa.
e. Memperhatikan multi intelgensia siswa.
f. Menggunakan teknik teknik
bertanya yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan
pemecahan masalah, dan ketrampilan
berpikir tingkat tinggi.
g. Menerapkan
penilaian autentik yang
akan mengevaluasi pengetahuan
dan berpikir kompleks
seorang siswa, daripada sekedar
hafalan informasi faktual.
E. Sumber-Sumber Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
CTL dapat memanfaatkan berbagai
sumber
pembelajaran. Setting pembelajaran tidak harus selalu di dalam kelas, dan
media yang digunakan tidak hanya berupa buku pelajaran saja, melainkan
orang-orang di sekitar, hewan, tanaman, majalah, koran dan lain
sebagainya.
pembelajaran. Setting pembelajaran tidak harus selalu di dalam kelas, dan
media yang digunakan tidak hanya berupa buku pelajaran saja, melainkan
orang-orang di sekitar, hewan, tanaman, majalah, koran dan lain
sebagainya.
Media-media
tersebut dapat bermanfaat
bagi siswa dan
akan
memberi makna tersendiri, dalam arti dapat menambah pengetahuan baru
berdasarkan pengetahuan awal siswa melalui pengalaman belajar mereka
(Constructivism). Hal yang perlu diperhatikan adalah guru dapat
membawa siswa kedalam situasi belajar yang dapat menghubungkan apa
saja yang diperoleh dikelas/ sekolah dengan apa yang ada di kehidupan
nyata mereka. Dengan demikian siswa akan merasakan dan menyadari
manfaat belajar dengan pergi ke sekolah sebab mereka dapat membuktikan dan menemukan sendiri jawaban dalam menghadapi kehidupan di luar sekolah yang penuh dengan masalah.
memberi makna tersendiri, dalam arti dapat menambah pengetahuan baru
berdasarkan pengetahuan awal siswa melalui pengalaman belajar mereka
(Constructivism). Hal yang perlu diperhatikan adalah guru dapat
membawa siswa kedalam situasi belajar yang dapat menghubungkan apa
saja yang diperoleh dikelas/ sekolah dengan apa yang ada di kehidupan
nyata mereka. Dengan demikian siswa akan merasakan dan menyadari
manfaat belajar dengan pergi ke sekolah sebab mereka dapat membuktikan dan menemukan sendiri jawaban dalam menghadapi kehidupan di luar sekolah yang penuh dengan masalah.
F. Penerapan Metode CTL
dan Hasil Belajar
Pendekatan
kontekstual ini menekankan
salah satunya kepada bagaimana belajar di sekolah
yang dapat diterapkan ke dalam situasi dunia nyata, sehingga siswa dapat
menggunakan pengetahuan yang dipelajarinya dalam
kehidupan mereka. Pada pembelajaran kontekstual tidak mengharuskan siswa
menghafal fakta-fakta yang hasilnya tidak akan bertahan lama, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri melalui keterlibatan
aktif dalam proses pembelajaran. Pengetahuan tumbuh
dan berkembang melalui
pengalaman dalam bentuk siswa bekerja, praktek
mengerjakan sesuatu, berlatih
secara fisik, mendemonstrasikan sendiri, dan lain sebagainya.
Dengan begitu siswa belajar mengalami
sendiri (Depdiknas , 2002)
Pada
konsep IPA Biologi siswa membangun pengetahuan di dalam
benaknya sendiri dari pengalaman yang telah dialaminya, contohnya banyak
siswa yang memiliki hewan peliharaan yang berbeda, otomatis mereka akan
tahu makanan apa saja yang biasa dimakan oleh hewan peliharaannya
tersebut. Dengan demikian siswa dapat mengkelompokkan hewan-hewan
tersebut berdasarkan perbedaan makanannya, yaitu kedalam kelompok
herbivora, karnivora, atau omnivora. Dalam hal ini siswa memahami konsep
penggolongan hewan berdasarkan jenis makanannya dengan menemukan
sendiri, karena siswa mengalaminya secara langsung. Contoh lain siswa dapat
praktek di laboratrium misalnya untuk konsep organisme autotrof dengan
mengadakan percobaan proses fotosintesis. Selama kegiatan berlangsung
siswa mengamati perubahan warna daun , membandingkan, dan mencatat hasilnya kemudian disajikan dalam bentuk tabel untuk dianalisis serta
mendiskusikannya dalam kelompok masing-masing. Aktifitas bertanya ditemukan ketika mereka berdiskusi kelompok. Selain itu mereka akan
bekerjasama untuk memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi, dan
ketika kelompok mereka mengahadapi kesulitan mereka akan menjalin
kerjasama dengan kelompok lain yang akhirnya akan membentuk masyarakat
belajar. Setelah proses pembelajaran berlangsung siswa diminta untuk
memberikan komentar mengenai kesan dan saran mengenai pembelajaran
yang telah dilakukan pada hari itu untuk dijadikan sebagai refleksi yang dapat
digunakan oleh guru sebagai umpan balik untuk memperbaiki proses
pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Kegiatan-kegiatan pembelajaran di
atas telah mencakup tujuh komponen dalam pembelajaran CTL.
benaknya sendiri dari pengalaman yang telah dialaminya, contohnya banyak
siswa yang memiliki hewan peliharaan yang berbeda, otomatis mereka akan
tahu makanan apa saja yang biasa dimakan oleh hewan peliharaannya
tersebut. Dengan demikian siswa dapat mengkelompokkan hewan-hewan
tersebut berdasarkan perbedaan makanannya, yaitu kedalam kelompok
herbivora, karnivora, atau omnivora. Dalam hal ini siswa memahami konsep
penggolongan hewan berdasarkan jenis makanannya dengan menemukan
sendiri, karena siswa mengalaminya secara langsung. Contoh lain siswa dapat
praktek di laboratrium misalnya untuk konsep organisme autotrof dengan
mengadakan percobaan proses fotosintesis. Selama kegiatan berlangsung
siswa mengamati perubahan warna daun , membandingkan, dan mencatat hasilnya kemudian disajikan dalam bentuk tabel untuk dianalisis serta
mendiskusikannya dalam kelompok masing-masing. Aktifitas bertanya ditemukan ketika mereka berdiskusi kelompok. Selain itu mereka akan
bekerjasama untuk memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi, dan
ketika kelompok mereka mengahadapi kesulitan mereka akan menjalin
kerjasama dengan kelompok lain yang akhirnya akan membentuk masyarakat
belajar. Setelah proses pembelajaran berlangsung siswa diminta untuk
memberikan komentar mengenai kesan dan saran mengenai pembelajaran
yang telah dilakukan pada hari itu untuk dijadikan sebagai refleksi yang dapat
digunakan oleh guru sebagai umpan balik untuk memperbaiki proses
pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Kegiatan-kegiatan pembelajaran di
atas telah mencakup tujuh komponen dalam pembelajaran CTL.
Hasil belajar
dalam kontekstual menekankan
pada proses yaitu
segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Nilai siswa diperoleh dari penempilan siswa sehari-hari ketika
belajar. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara, misalnya proses bekerja,
hasil karya, penampilan, rekaman, dan tes (Depdiknas, 2002). Penilaian proses
belajar mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam
mengikitu proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal :
turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan
masalah, bertanya, melaksanakan diskusi kelompok atau menerapkan apa
yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau permasalahan yang
sedang dihadapinya. Setelah melakukan pengamatan, siswapun mengerjakan LKS dan laporan hasil pengamatan secara berkelompok dengan baik. Pada saat berlangsungnya diskusi, pada rekaman handycam dapat dilihat
berlangsungnya diskusi yaitu setelah kelompok penyaji menjelaskan hasil
pengamatan dengan menggunakan kertas manila di hadapan guru dan
teman-temannya, ada beberapa siswa mengajukan pertanyaan dan kelompok penyaji menjawabnya.
segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Nilai siswa diperoleh dari penempilan siswa sehari-hari ketika
belajar. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara, misalnya proses bekerja,
hasil karya, penampilan, rekaman, dan tes (Depdiknas, 2002). Penilaian proses
belajar mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam
mengikitu proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal :
turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan
masalah, bertanya, melaksanakan diskusi kelompok atau menerapkan apa
yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau permasalahan yang
sedang dihadapinya. Setelah melakukan pengamatan, siswapun mengerjakan LKS dan laporan hasil pengamatan secara berkelompok dengan baik. Pada saat berlangsungnya diskusi, pada rekaman handycam dapat dilihat
berlangsungnya diskusi yaitu setelah kelompok penyaji menjelaskan hasil
pengamatan dengan menggunakan kertas manila di hadapan guru dan
teman-temannya, ada beberapa siswa mengajukan pertanyaan dan kelompok penyaji menjawabnya.
G. Tanggapan siswa terhadap proses
pembelajaran CTL
Kesenangan siswa terhadap pembelajaran dapat diketahui melalui
lembar kuesioner yang telah diisi oleh siswa. Apabila dilihat , dinamika
belajar metode CTL pada proses pembelajaran telah terwujud dengan indikator
perasaan senang siswa terhadap kegiatan belajar kelompok.
Hal ini sesuai
dengan pendapat Popham dalam Departemen Pendidikan Nasional (2004) yang menyatakan bahwa orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu
sulit untuk mencapai keberhasilan
studi secara optimal. Seseorang yang
berminat dalam mata pelajaran
diharapkan akan mencapai hasil belajar yang optimal.
Minat
atau rasa senang
siswa terhadap suatu
pembelajaran
merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki peran yang penting.
Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap
pelajaran akan termotivasi untuk mempelajari mata pelajaran tersebut,
sehingga dapat diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang
optimal.
merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki peran yang penting.
Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap
pelajaran akan termotivasi untuk mempelajari mata pelajaran tersebut,
sehingga dapat diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang
optimal.
Penerapan
model pembelajaran CTL
sangat disenangi oleh sebagian besar siswa. Siswa
senang dengan kegiatan belajar kelompok karena
lebih memahami pelajaran dengan bertanya dan bekerja sama dengan teman, tugas lebih ringan, lebih mudah
mengerjakan LKS dan menjawab pertanyaan.
Demikian halnya dengan Dimyati dan Mulyono(1994) juga menyatakan pembelajaran kelompok CTL dapat memberi kesempatan
kepada tiap siswa untuk mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah secara rasional dan dapat pula mengembangkan sikap sosial dan semangat
bergotong-royong dalam kehidupan
Pembelajaran
Biologi yang dilaksanakan di luar sekolah disenangi oleh sebagian besar siswa. Hal ini terjadi karena
pembelajaran CTL yang biasa dilaksanakan selama
ini hampir selalu
di dalam kelas
saja. Adanya pembelajaran di luar
kelas atau di luar sekolah akan memberikan variasi pembelajaran bagi siswa sehingga siswa tidak merasa bosan dalam belajar.
Siswa merasa senang belajar di luar
kelas karena dapat mengamat ihewan dan
tumbuhan secara langsung di lingkungan alaminya yang merupakan obyek utama belajar Biologi. Apalagi bagi siswa
yang pembelajarannya di tempat
rekreasi, mereka dapat menambah pengalaman dengankegiatan wisata ilmiah tersebut.
Dengan
demikian penerapan pembelajaran metode CTL dapat meninghatkan hasil belajar
pada mata pelajaran biologi , karena anak benar-benar merasa paham akan materi
yang diajarkan , karena mereka merasakannya langsung
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymous.2003. Pengajaran
dan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching
learning) Biologi SLTP. Banyumas: Dinas Pendidikan.
Alimah, S.
1998. Pemanfaatan Flora di Lingkungan Sekolah sebagai Sumber Belajar
dalam Pengajaran IPA SD. Skripsi. Semarang : Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Semarang.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pengembangan Instrumen
dan Penilaian Ranah Afektif. Jakarta : Depdiknas.
dan Penilaian Ranah Afektif. Jakarta : Depdiknas.
Departemen Pendidikan 2004.
Pedoman Pengembangan Instrumen
dan Penilaian Ranah Psikomotor.
Jakarta : Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta : Bumi Aksara.
Nur, M., & Wikandari, R.P. Pengajaran
Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivisme dalam
Pengajaran. Surabaya: Universitas
Negeri
Surabaya
Surabaya
Nurhandayani, I. 2005. Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa
dengan Pendekatan CTL pada Konsep Ekosistem Kelas VII SMP Negeri 2
Rembang. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang
Nur, M. 2003. “Kesesuaian Bahan
Ajar CTL dengan
Kurikulum berbasis Kompetensi untuk
Mata Pelajaran MIPA
SLTP”. Makalah Dipresentasikan pada Sosialisasi Konsep dan Hasil
Pengembangan Bahan Ajar Kontekstual untuk Siswa SLTP di Jakarta, 24 Juni 2002.
Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching
Learning) dan
Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang Press
Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang Press
Sukirno.
2003. “Model Pembelajaran
Langsung (Direct Instruction)”. Makalah
disajikan pada Pelatihan Guru PKGST, PKG Non ST, LKGI Propinsi
Jawa Tengah.
disajikan pada Pelatihan Guru PKGST, PKG Non ST, LKGI Propinsi
Jawa Tengah.
Sumarwan, Sumartini, dan Kusmayani.
2004. Sains Biologi 1 B untuk SMP Kelas
VII Semester 2. Jakarta : Erlangga.
VII Semester 2. Jakarta : Erlangga.
Sunarko. 2003. “Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching Learning) dan Rencana
Pembelajaran”. Makalah disajikan pada Seminar dan Lokakarya Guru-guru SMP
Bidang Studi Geografi Kota Semarang, 23-24 Oktober.
Supriyono, H. 2004. “Pembelajaran Kontekstual
Mata Pelajaran Matematika SMP
dalam Pelaksanaan Kurikulum 2004”. Makalah disajikan pada Seminar
Regional Matematika di FMIPA UNNES pada Hari Kamis, 16 September 2004.
dalam Pelaksanaan Kurikulum 2004”. Makalah disajikan pada Seminar
Regional Matematika di FMIPA UNNES pada Hari Kamis, 16 September 2004.
Sukirno.
2003. “Model Pembelajaran
Langsung (Direct Instruction)”. Makalah
disajikan pada Pelatihan Guru PKGST, PKG Non ST, LKGI Propinsi
Jawa Tengah.
disajikan pada Pelatihan Guru PKGST, PKG Non ST, LKGI Propinsi
Jawa Tengah.
Sunarko. 2003. “Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching Learning) dan Rencana
Pembelajaran”. Makalah disajikan pada Seminar dan Lokakarya Guru-guru SMP
Bidang Studi Geografi Kota Semarang, 23-24 Oktober.
Supriyono, H. 2004. “Pembelajaran Kontekstual
Mata Pelajaran Matematika SMP
dalam Pelaksanaan Kurikulum 2004”. Makalah disajikan pada Seminar
Regional Matematika di FMIPA UNNES pada Hari Kamis, 16 September 2004.
dalam Pelaksanaan Kurikulum 2004”. Makalah disajikan pada Seminar
Regional Matematika di FMIPA UNNES pada Hari Kamis, 16 September 2004.
Wahyudi. 2003. Tingkatan Pemahaman Siswa terhadap Materi
Pembelajaran
IPA. http: //www. Balipost. co. id /baipost cetak/2003/8/24.htm1.
IPA. http: //www. Balipost. co. id /baipost cetak/2003/8/24.htm1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar